Langsung ke konten utama

Semoga, Apa yang Disemogakan Dapat Tersemogakan.

Ini pagi apa malam?... Ntahlah... yang jelas rasanya tetap sama, dingin disertai hujan. Sperti itu memang. Tak ada pembahasan, tak ada pula balasan.. hemmm

Malam meronda, pagi malah meronda lagi. Keduanyapun sama-sama merindu. Aahh.. pengen rasanya seperti bulan dan matahari, keduanya saling menerangi, tapi tau saling berganti pula. Apa itu petanda kalo kita memang tak bisa untuk bersama? Huufftt ... sepertinya ngga juga. Iya aku harap si begitu, itu hanya perumpamaan.. smoga memang iya hanya perumpamaan.. amiin..

Heuheuheu... lagi-lagi ga jelas ini ngomong apa. Mungkin pikirmu begitu. Ko dateng lagi, dateng lagi. Mungkin pikirmu begitu juga. Malah tambah bingung.

Aku harapa si tak ada pikiran2 begitu. Mending tak apa kamu seperti angin malam yang dingin juga seperti bulan yang menerangi kegelapan. Itu saja, tak apalah tak dihiasi bintang, memang seperti itu nyatanya, awan awan itu menghalangi keindahan malam ini.

Entah awan dari mu, ataupun awan dari ku. Entahlah.. aku tak memikirkannya. Yang jelas ada awan-awan di antara kita. Terkadang indah menghiasi langit, terkadang juga kelam membawa kegelapan .Heemm

Semoga cahaya mu tetap bisa menembus awan2 itu..

Kebanyakan semoga kayanya😅. Ya emng itu kamu. Kamu adalah 'semoga'. Iya, semoga yang ku semogakan.

Yaahh malah curhat😌. Tapi gpp, lagian tak mungkin aku ceritakan semuanya pada batu. Ehhh batu? Iya kali batu. Pasti diem2 bae😅.. apasi gaje..

Ah sudahlah.. semoga ke gak jelasan ini menjadi jelas. Eeh.. malah semoga lagi.. 😐

Rasanya sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggalan Kisahmu

 Aku membaca penggalan kisahmu yang kau tuliskan penuh rasa, penuh emosi. Loncatan kata-kata yang hidup, hingga tenangnya, risaunya, harapannya, rindunya begitu asik bermain dalam jiwaku. Aku seperti tumpukan pasir yang kau mainkan saat usiamu balita. Satu waktu, tepat di ruang tamu. Kita duduk berhadapan. Hanya terpisah oleh toples berisi cemilan. Aku bertanya penuh kehati-hatian perihal tulisan-tulisanmu yang berceceran. Kau seolah mengerti maksudku. "Itu, dulu!" Katamu. "Owh, dulu. Baiklah, terus-terus?" Kataku. Aku seperti penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang. Kau dalangnya yang mengisahkan perjalanan Bandung Bondowoso dengan Roro Jonggrang. Aku hanya diam terpana. Betapa asyiknya kisahmu dengan nya sekaligus betapa perihnya perasaanku ketika mendengarnya. Rumah, 04/05/2023

Di Penghujung Malam

Dingin menyelinap di bawah pintu belakang Burung-burung hantu kembali pulang Mata yang kunang-kunang Namun tanya tak kunjung lekang Berapa lama kobaran kecemasan membakar pikiran? Embun pagi tak cukup menyejukkan Panasnya perasaan Riang bintang yang hampir padam Bulan yang tinggal tenggelam Harapan yang diam terpendam Penghujung malam begitu mencekam Kabut berdatangan Menyamarkan pandangan Namun, tanya itu semakin tajam Akankah kita terus berjalan Dalam samar-samar langkah yang gusar oleh keadaan? Kuningan, 27/01/22

Benih Rindu

Kalanya benih pada kompos Yang menunggu lambaian tangan petani Ditaburnya segenggam pupuk Dibersihkannya rumput-rumput Terobatilah penantian itu Yang ditunggu Sesaat, selepas tumbuh Penantian kembali berlabuh Setelah itu, tumbuhlah harapan baru Tentang hari yang telah bertemu Melepas rindu Sesaat, kembali berlalu ~my