Langsung ke konten utama

Di Penghujung Malam

Dingin menyelinap di bawah pintu belakang

Burung-burung hantu kembali pulang

Mata yang kunang-kunang

Namun tanya tak kunjung lekang


Berapa lama kobaran kecemasan membakar pikiran?

Embun pagi tak cukup menyejukkan

Panasnya perasaan


Riang bintang yang hampir padam

Bulan yang tinggal tenggelam

Harapan yang diam terpendam

Penghujung malam begitu mencekam


Kabut berdatangan

Menyamarkan pandangan

Namun, tanya itu semakin tajam


Akankah kita terus berjalan

Dalam samar-samar langkah

yang gusar oleh keadaan?


Kuningan, 27/01/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Benih Rindu

Kalanya benih pada kompos Yang menunggu lambaian tangan petani Ditaburnya segenggam pupuk Dibersihkannya rumput-rumput Terobatilah penantian itu Yang ditunggu Sesaat, selepas tumbuh Penantian kembali berlabuh Setelah itu, tumbuhlah harapan baru Tentang hari yang telah bertemu Melepas rindu Sesaat, kembali berlalu ~my

Semua Ada Masanya

Kita tau, bahwa kita dilahirkan tidak langsung seperti sekarang. Ada tahapannya dari mulai bayi, balita, dan seterusnya sampai tiba saatnya cap kedewasan kita emban. Jelas yaaa, kedewasaannya dari perspektif usia. Dulu, yang kemana-mana selalu bersama orang tua, kini dengan keberaniannya memilih untuk sendiri. Iya. Sendiri. Mungkin ini penyebab seseorang yang telah menginjak usia 17 tahun, tapi belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Karena dengan percaya dirinya berdalih kesendirian adalah pilihan. Tapi tenang, ada kalimat pembela yang cukup akurat buat mematahkan tongkat yang dipakai memukul hati. Apakah itu?, ialah kalimat "Semua Ada Masanya,". Cukup tiga kata saja, habislah mereka yang mencela kesendirianmu. Percayalah. Percayalah. Heuheuheu... Anehnya, kalimat itu tidak hanya berlaku pada setatus kesendirian. Seolah-olah lem alteco, kalimat itu bisa melekat dimana saja dan kapan saja. Semisal, si Rijal dan si Nisa. Dihari liburnya, Rijal memilih menghabiskan w