Aku membaca penggalan kisahmu yang kau tuliskan penuh rasa, penuh emosi. Loncatan kata-kata yang hidup, hingga tenangnya, risaunya, harapannya, rindunya begitu asik bermain dalam jiwaku. Aku seperti tumpukan pasir yang kau mainkan saat usiamu balita. Satu waktu, tepat di ruang tamu. Kita duduk berhadapan. Hanya terpisah oleh toples berisi cemilan. Aku bertanya penuh kehati-hatian perihal tulisan-tulisanmu yang berceceran. Kau seolah mengerti maksudku. "Itu, dulu!" Katamu. "Owh, dulu. Baiklah, terus-terus?" Kataku. Aku seperti penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang. Kau dalangnya yang mengisahkan perjalanan Bandung Bondowoso dengan Roro Jonggrang. Aku hanya diam terpana. Betapa asyiknya kisahmu dengan nya sekaligus betapa perihnya perasaanku ketika mendengarnya. Rumah, 04/05/2023
Rasa kita, sayangku. Tak terganggu. Kau masih ingat, kan? Saat lampu-lampu kota mulai dinyalakan setelah menyerap semua energi kita seharian. Di sebuah taman yang lengkap dengan kepura-puraan, ramai, tapi menyedihkan. Kau tiba-tiba tersenyum seperti orang yang baru menemukan kunci motor yang sebelumnya lupa di mana ia disimpan. "Kenapa?" Kataku. "Gpp." "Aneh." Kataku lagi. "Anehan mana sama belahan bumi ini?" "Maksudmu?" Aku mulai penasaran. "Yaa liat aja itu," sambil menunjuk sepasang kekasih yang turun dari mobil Pajero plat merah. . Aku tahu maksudmu. Aku merasakan perasaanmu. Kau lucu, imut, dan pengertian. Warung kopi, 03 Mei 2023